Friday, January 29, 2010

sepenggal hari

Aku terbangun di waktu yang sama setiap pagi, meraba dalam kegelapan, berjalan terhuyung menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Bekas air wudhu membuatku menggigil dan mengembalikan kesadaranku. Jam masih menunjukan pukul 5 pagi, matahari baru saja terbangun memecah langit, menyeruak diantara awan-awan yang terasa enggan meninggalkan malam.

Hari baru telah dimulai, aku berjalan keluar menembus udara pagi yang masih terasa basah. Ruang makan sudah mulai diisi oleh beberapa teman yang harus masuk kerja lebih dini.

Aku menggabungkan diri dalam satu meja bersama teman-temanku. Seperti biasa, makan pagi selalu tidak menimbulkan selera. Aku makan hanya karena kebiasaan, agar tidak sakit karena hari ini masih panjang.

Sudah hampir jam 6, teman-temanku berangkat kerja, sementara aku kembali ke kamar. Masih ada waktu 1 jam sampai sebelum aku berangkat. Aku terduduk di tempat tidurku, berusaha merenungi hari-hari yang sudah kulewati.

Setengah tujuh, aku mandi dan berpakaian. Seragam biru yang sama, jeans yang sama, sepatu yang sama, dan rompi cerah yang sama. Hari ini sama seperti hari yang lalu, hari ini mungkin sama dengan hari esok.

Aku berjalan menuju halte, mobil jemputanku selalu datang jam tujuh lebih sepuluh. Sebuah mobil bernomor 105, yang datang setelah mobil 110 menuju pit A/B, setelah bis besar menuju pelabuhan, setelah mobil 113 menuju pit J.

Jemputanku sudah datang, aku masuk. Butuh waktu 15 menit untuk sampai ke kantor. Melewati check point security, mobil kami berjalan labil di hamparan jalan kecil berbutir kerikil, menembus sela-sela pepohonan hutan rehabilitasi.

Aku tiba di kantor pada saat jam kepulangan teman-teman yang masuk malam. Kusapa sebagian besar di antara mereka yang kukenal. Banyak senyum, banyak salam, walau perasaan lelah dan kantuk terlihat jelas di mata mereka.

Kunyalakan komputerku, jam di monitor menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Ada beberapa email masuk, beberapa email pekerjaan aku balas, beberapa aku baca sekilas, beberapa email milis aku hapus. Aku tidak bisa berlama-lama di kantor, sudah waktunya untuk berangkat ke lapangan. Di luar, atasanku sudah menunggu di samping mobil four wheel drive bersama Supervisor lapangan.

Kami berangkat menembus kabut sisa-sisa hujan tadi malam. Kabut masih menggantung manja di atas Danau Surya, pancaran mentari pagi menembus kabut, menyisakan tetesan embun pagi di antara rimbunnya daun pepohonan yang kami lewati. Kalau kami beruntung, kami bisa melihat orang utan bergelantungan di antara dahan-dahan pepohonan.

Puluhan kilometer jalan kami lewati, dari barat sampai ke timur. Sesekali kami menghentikan kendaraan di lokasi pekerjaan untuk memberikan arahan kepada pekerja atau pengawas lapangan. Truk-truk besar lalu lalang di samping kami menghembuskan angin yang menerpa tubuh kami lembut.

Waktu berjalan cepat, jam menunjukkan pukul 11 siang ketika kami tiba di kantor kembali. Sudah ada nasi kotak di meja tengah. Aku tak pernah menyentuh makan siang, hanya makan beberapa potong kue untuk pengganjal sampai makan malam nanti.

Selesai solat Dzuhur, aku tenggelam ke dalam pekerjaanku. Perencanaan, operasional, kontrol biaya, email pekerjaan masuk silih berganti ke kotak suratku. Pekerjaan ini mengalihkan segenap pikiranku, untuk sejenak aku bisa melupakan beban hidup ini.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 5 sore, aku matikan komputerku, kemudian melangkah menuju mobil 105 yang baru saja sampai di kantor. Aku menghenyakkan tubuhku lelah di kursi mobil yang mengantarku pulang. Begitu tersadar, mobil sudah berhenti di halte rumah.

Setengah enam sore, ruang makan sudah dipenuhi oleh para pekerja yang baru pulang kantor. Gelak tawa sesekali terdengar di satu-dua meja, ada juga yang masih membicarakan pekerjaan hari ini. Aku mengambil sedikit makanan, beberapa bulan ini nafsu makanku turun, aku sudah kehilangan berat 6 kilo sejak pertama aku bekerja di sini.

Sebentar lagi waktu solat Magrib, aku berjalan menuju kamar di bawah senja yang memerah jingga.

Sampai di kamar, kunyalakan laptop untuk mengecek email pribadi. Ada beberapa komentar kawan lama di situs jejaring sosial, aku tersenyum, aku sungguh merindukan hari-hariku di Bandung dulu.

Tak ada hal yang menarik di televisi, seminggu ini film Lakeview Terrance diputar berulang-ulang, mungkin minggu depan lebih menarik. Aku lebih memilih membaca buku-buku yang kubawa dari Bandung, The Witch of Portobello dan Eleven Minutes - Paul Coelho belum selesai kubaca, sedangkan Jostein Gaarder sudah lama tidak mengeluarkan buku semenjak Maya terakhir dulu.

Jam 11 malam, aku pandangi sekeliling kamarku: sederet buku di lemari dinding, tumpukan pakaian di lemari, televisi, laptop, alat komunikasi, semua yang kubeli dengan alat penukar kebahagian bernama uang.

Tidak semua kebahagian bisa dibeli dengan uang. Aku resah, pulang pun tidak menyelesaikan masalah. Tahun lalu hampir setiap bulan aku pulang, tapi semua masih belum berubah. Kupandangi kalender, seharusnya bulan Februari ini aku pulang, tapi aku tak tahu, aku tak punya alasan kuat untuk pulang.

Hari demi hari berlalu dengan cepat. Di saat semesta ini berputar, duniaku terasa berhenti, menunggu suatu alasan untuk kembali berputar.

Saturday, January 16, 2010

Journey Akhir Tahun 2009 - dalam tata waktu acak - part-3

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 3 jam melalui jalan tol yang melintasi padang rerumputan dimana sesekali terlihat hewan ternak memamah biak di bawah pengawasan gembalanya, akhirnya kita tiba di kota berikutnya, untuk transit sehari menunggu direct flight Garuda ke Jakarta keesokan harinya jam 9 malam.


Kita sampai di hotel sekitar jam 6 sore dengan perut penuh dijejali ayam Al Baik dalam keadaan setengah sadar kekenyangan. Kali ini kita nginep di Hilton yang terletak di pinggir laut. Well, sebetulnya bukan hal yang aneh sih, karena gw pernah nginep di Hilton kota lain beberapa kali. Tapi baru Hilton sini yang bisa bikin muka gw melongo kagum sekaligus bertingkah norak dengan melakukan tindakan pemotretan ilegal karena belum tentu gw bisa nginep di sini setahun sekali.


Memasuki pintu hotel, kita dipersilahkan untuk menunggu di lobi terbuka yang dikelilingi oleh deretan kamar bertingkat yang mengelilingi lobi.



Gw bersama tamu lain duduk di deretan kursi dari marmer segi empat yang berbentuk melingkar (kanan gambar), menunggu pembagian card kamar sambil memandang seluruh sudut hotel mencari peluang untuk berbuat kejahatan. Gw baru hentikan niat gw setelah melihat belasan kamera cctv menjejali atap pintu masuk hotel.



Dengan pengamanan ekstra ketat seperti ini, gw yakin bahkan pencuri sendal hotel dengan mudah terpergoki dan memudahkan satpam melakukan pengejaran dan kemudian menelikung tersangka sampai tersangka berteriak menyerah sambil memukul matras 3 kali.


Gw memandang ke atas, dan gw baru tersadar kalau gedung hotel ini berbentuk segi lima setelah gw melihat bentuk atap hotel. Lantai teratas dihubungkan oleh ’jembatan’ yang menghubungi beberapa family restaurant, sementara pohon palem tumbuh menjulang sampai ketinggian beberapa lantai kamar.



Setelah pembagian card kamar selesai, disepakati kalau gw stay di kamar 935 bareng sepupu gw. Berhubung gw udah kebelet, gw lari dulu ke toilet yang terletak di bawah lift. Selesai buang hajat di urinoir, begitu gw berbalik ke wastafel untuk cuci tangan, masa ampuuunnn....... Cakep banged wastafelnya!!!



Wastafel kayak gini yang bisa bikin gw tega mandiin bayi di sini. Gw cuma perlu geser kran kiri-kanan untuk mengatur suhu air trus pencet kran di kiri supaya sabun cairnya keluar, setelah itu bayi dengan bebas bisa berkecipakan gembira, loncat dari satu wastafel ke wastafel lain. Hanya saja keberadaan beberapa pria yang buang air kecil di urinoir depannya menimbulkan efek tidak sedap bagi pandangan mata.


Selesai berkhayal, gw naek ke kamar nyusul sepupu gw. Begitu masuk dan memandang isi kamar, gw langsung terhanyut dalam suasana romantis.



Sebuah kamar deluxe double bed dihiasi dengan lampu temaram dengan pemandangan balkon langsung ke arah laut. Bakalan romantis banget kalau gw nginep di sini bareng calon istri gw. Di saat benak gw melayang dalam mimpi manis, tiba-tiba pandangan gw tertumbuk pada sosok sepupu chubby gw yang tertidur pulas dengan posisi badan tidak beraturan, yang langsung menghancurkan khayalan indah gw.


Gw mendadak pusing, gw lari ke kamar mandi untuk menyelamatkan pencernaan gw. Begitu gw buka pintu, di hadapan gw terhampar sisa-sisa pertempuran sepupu gw yang hobi nge-bath up.



Gw sih cuek aja, gw gak berminat mandi berhubung gw tipe pemuda ramah lingkungan yang cukup mandi sekali sehari. Quote favorit gw di iklan layanan masyarakat adalah, ’Hemat water energy, pdam rugi’. Yang penting jas mandinya masih nyisa satu buat gw pake di photo box.


Gw cuma butuh kamar mandi buat pake deodoran dan nyemprotin parfum sekedarnya demi menyelamatkan harga diri gw saat dinner nanti. Selesai dari kamar mandi, gw bareng sepupu gw yang udah kebangun, turun ke bawah buat dinner yang dimulai jam ½ 8 malem. Kita dinner di Safina Restaurant, satu di antara beberapa restoran yang terletak di sebelah kanan lobi. Kerennya, setelah turun dari lift, kita masih harus turun lagi ke underground dengan eskalator setengah melingkar (beneran! gw baru pertama kali ngeliat eskalator melingkar kayak gini).



Bener-bener kehabisan kata-kata gw di sini. Boleh lah tukang dekornya, jangan-jangan owner-nya ngedatangin jin tomang buat buat ngebangun hotel ini dalam satu malam.


Perhatian gw dengan cepat teralih kepada makanan yang tersaji di ruangan restoran. Tiba-tiba gw lupa kalau gw baru saja mencerna dua potong ayam Al Baik. Dengan lincah gw memenuhi piring gw dengan panganan mewah dan mengganyangnya langsung dengan ganas. Belum sempat waitress menawarkan untuk menuangkan minuman ke gelas gw, gw keburu menyambar dua kaleng seven up dari baki waitress tadi. Waitress yang kelihatannya imigran dari India itu hanya menggeleng-gelengkan kepala tak berdaya.



Setelah pertempuran berakhir yang ditandai oleh sendawa keras gw, gw naek kembali ke kamar dan tertidur dengan pulas sampe keesokan harinya.


Bangun tidur, gw buka balkon dan melihat cantiknya kolam renang di bawah balkon serta indahnya pemandangan pantai yang terhampar sejauh mata memandang di

hadapan gw.



Sungguh hari ini gw merasakan nikmatnya kehidupan dunia. Mood gw berubah menjadi lebih ceria, gw siap untuk menjalani indahnya hari ini.




akhir


Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un. Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali pada-Nya.


Hari rabu siang, 30 Desember 2009, saya mendapat kabar kalau ibu mertua teman sekantor saya meninggal. Seperti biasa, ketika ada teman yang tertimpa musibah, kami melayat ke sana.Kami berangkat bersama-sama menjelang sore, karena rencananya jenazah akan dikebumikan setelah ashar.


Sesampainya di sana, seusai mengucapkan belasungkawa kepada teman kami yang kesusahan, kami berangkat ke mesjid setempat untuk melaksanakan solat ashar sebelum berangkat mengantar jenazah ke pemakaman.


Hanya sebagian dari tamu yang datang yang ikut solat ashar berjamaah, tidak ada masalah. Hanya saja yang saya sayangkan adalah setelah solat ashar, sebagian jamaah bubar tidak mengikut solat jenazah. Rasanya sedikit terenyuh menyaksikan di saat almarhum membutuhkan doa kita, tapi kita tidak ada untuk dia. Padahal satu hal yang saya sayini adalah semakin banyak orang yang mendoakan dan menyalatkan, Insya Allah Tuhan akan memberikan keringanan bagi orang yang meninggal.




Saya menjadi miris, suatu hari nanti ketika saya meninggal, kira-kira ada berapa orang yang menyalatkan saya? Apakah segelintir shaf solat jenazah ini? Ataukah lebih sedikit lagi?


Adakah orang yang mau menyebut nama saya dalam doanya? Meminta pengampunan kepada Tuhan atas segala dosa saya? Saya tidak tau, saya benar-benar takut…




Malam harinya sepulang dari kantor, seperti biasa sambil menunggu jeda antara solat Magrib dan Isya, saya membuka internet sampai menonton televisi. Waktu menunjukkan jam 7 ¼ malam, tiba-tiba mata saya terpaku terhadap berita Metro TV yang mengabarkan telah berpulangnya Gus Dus. Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un. Betapa kematian merupakan rahasia Tuhan. Kita tidak akan pernah tau kapan malaikat maut menjemput kita.


Malam dan keesokan harinya, berita di televisi didominasi oleh berita meninggalnya Gus Dur. Puluhan media meliput prosesi pemakaman beliau. Banyak liputan dan wawancara mengenai sosok, jasa, dan memoar almarhum. Bahkan belakangan muncul dorongan untuk menjadikan almarhum sebagai pahlawan nasional.


Sangat disayangkan almarhum tidak bisa mendengarkan langsung semua salam perpisahan, pesan kesan, dan orbituari dari rekan dan kerabatnya. Kita selalu terlambat, banyak kritik disampaikan ketika beliau masih hidup, namun pujian baru mengalir ketika beliau sudah tiada.




Tetapi ada setitik kebahagian dalam diri saya menyaksikan ribuan pelayat bergantian mendoakan Gus Dur di pembaringan terakhirnya. Kematian mengakhiri hidup, tetapi tidak mengakhiri suatu hubungan. Semoga doa mereka diterima oleh Yang Maha Kuasa dan semoga Gus Dur mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Amin.



Selama kita dapat saling mencintai, dan mengingat rasa cinta yang kita miliki, kematian tidak dapat membuat kita harus berpisah. Semua kasih yang kita berikan akan tetap ada. Semua kenangan tentang itu masih ada. Kita akan hidup terus - dalam hati siapapun yang pernah kita sentuh dengan kasih sayang.



Thursday, January 14, 2010

Journey Akhir Tahun 2009 - dalam tata waktu acak - part-2

Setelah menyelesaikan pelbagai aktivitas di sini, akhirnya tiba waktunya kembali ke ibu kota Jakarta tercinta. Kita berangkat naik bis jam 10-an pagi menuju kota sebelah untuk transit sehari sebelum kita take off keesokan harinya naik Garuda flight jam 9 malem direct ke Jakarta.

Di perbatasan kota kita berhenti dulu untuk pengurusan dokumen administrasi. Gw pikir gak akan lama, karena harusnya tinggal ambil aja trus langsung gas! berangkat! Tapi menit demi menit berlalu, jam demi jam berlalu, kok gak ada kejelasan mengenai nasib kita ya?

Selain itu berhubung bis ditinggal para guide yang ngurus dokumen, para penumpang bis mulai menunjukkan gejala-gejala kehilangan kendali, bagaikan para narapidana ditinggal sipir.

Beberapa penumpang yang jenuh, keluar dari bis, kemudian ’keleleran’ di jalanan. Sebagian lagi bergosip dengan panas mana yang pantas digunakan untuk acara dansa? a scent by Issey Miyake atau parfum aroma rempah tjap ’Malaikat Subuh’ ?

Tiba-tiba ada seorang penumpang hiperaktif menyambar microphone tour guide kemudian berkaraoke gila-gilaan. Tindakan tersebut jelas mendorong penumpang lain untuk ber-koor ria ikut menyanyikan lagu yang dibawakan sang tersangka. Untung lagu yang diputar dari sound system bis itu arabian house music. Coba dia muterin lagu “Sunday Bloody Sunday”-nya U2 atau “The Masses Against the Classes”-nya Manic Street Preachers, bisa-bisa para penumpang terprovokasi untuk menusuk para pejalan kaki setempat.

Tidak puas dengan hanya berkaraoke, penumpang tersebut tiba-tiba duduk di bangku kemudi bis, sementara sang supir yang notabene imigran asal Mesir penyuka arabian house music tadi hanya memandang santai di luar bis sambil menghisap rokok nikmat.

Memang sih kokpit bis yang canggih cukup mengundang untuk iseng pencet sana pencet sini. Dikaroseri langsung dari Mesir, bis ini dilengkapi dengan aneka panel canggih dan monitor mini sebagai pengganti lampu spion. Gw pikir cuma bercanda aja, tapi ketika bis bergerak tersendat sejauh beberapa belas meter, gw langsung tunggang langgang meninggalkan bis.

Gw jalan ke kantor pengurusan dokumen yang berjarak beberapa ratus meter dari tempat parkir bis gw. Kantornya lucu, mirip ruko sempit beberapa lantai yang dihubungkan oleh sebuah lift tua yang nampak seperti peninggalan pangeran Antasari. Tapi bukan itu yang menarik, apalagi setelah mendengar kabar kalau dokumen kita masih dalam perjalanan untuk dibawa ke kantor ini. Yang menarik justru banyaknya kendaraan mewah yang terparkir seadanya, teronggok berdebu seperti tidak akan digunakan lagi oleh pemiliknya. Ada mercy tiger, chev, dll yang menunjukkan tingginya tingkat konsumsi masyarakat di sini. Rusak dikit, buang! Rusak, buang! Amit-amit! Kalau dibawa ke Jakarta, mungkin bisa laku 60 jutaan per mobil. Gw cuma males bayar biaya overweight bagasi gw ke Garuda aja yang dibatasi 20 kg.

Setelah puas menaksir harga beberapa mobil yang terparkir malang melintang sana-sini di trotoar-trotoar jalan, gw memutuskan solat dzuhur sekalian jama’ dengan ashar di mesjid setempat. Mesjidnya lucu, bangunan tinggi tua yang ditutup rapat oleh gerbang tinggi. Agak-agak mirip gereja tua. Kalau gak ada suara adzan dan pergerakan massa yang berbondong-bondong untuk solat, mungkin gw gak akan tau kalau itu mesjid.

Uniknya lagi, jeda antara adzan dan qamat-nya lumayan panjang. Ada kali ½ jam gw nungguin qamat. Dan di jeda waktu tersebut, satu demi satu penduduk masuk melalui pintu tinggi tadi. Di shaf pertama dan kedua, ada semacam sandaran buat para jemaah untuk bersandar sambil membaca Al-Qur’an. Sungguh pemandangan menarik, gw suka melihat-lihat hal baru, apalagi dengan sudut pandang budaya yang berbeda.

Selesai solat, gw kembali ke bis. Kondisi bis bertambah semerawut akibat aktivitas masing-masing penumpang yang makin gak jelas juntrungannya. Beberapa penumpang membeli makanan ringan di minimarket terdekat. Produknya aneh-aneh, kayaknya produsen makanan di sini terobsesi dengan rasa salty. Sebagian besar produk snack di sini didominasi dengan rasa salt, rasa vetsin, rasa jeruk asem dll. Itu kali hal yang menunjukkan indikasi tingginya tingkat pertumbuhan masyarakat sini.

Kira-kira jam 2 siang, muncul sebuah kabar baik dari guide bahwa dokumen kami yang tadi dalam perjalanan, sudah sampai dan selesai diurus, sehingga kami bisa melanjutkan perjalanan. Para penumpang menyambut gembira. Tapi guide tersebut menawarkan kepada kami untuk menunggu makanan yang sudah dipesan gratis untuk para penumpang melalui delivery service, selama sekitar 10 menitan, agar tidak mubazir.

Beberapa penumpang menunjukkan reaksi kurang antusias, karena sudah kebelet mau berangkat dan lagi perutnya sudah terganjal aneka cemilan tadi. Guide sendiri sih tidak masalah kalau kita langsung berangkat, karena kalaupun makanan delivery order tadi mubazir, itu sudah menjadi bagian dari service. Bis sudah starter, sambil jalan gw tanya ke guide, emang pesen apaan sih? Guide bilang sambil lalu, ”Al Baik”. Langsung gw teriak: STOP!!!

Mana bisa gw menyia-nyiakan fast food dengan cita rasa nikmat dengan ukuran porsi jumbo yang bisa memenuhi standar asupan gizi para tukang becak selama satu hari penuh! Seriously, Al Baik ini udah rasanya enak, dengan bumbu kubis yang khas, harganya murah pulak, di luar akan sehat! 10 biji nugget + 2 roti burger + french friesh aja harganya cuma kurang dari 30rb perak. Yang lebih tidak masuk akal lagi, porsi yang akan gw makan hasil pesanan tadi, 4 potong ayam ukuran jumbo + roti burger + french friesh, harganya cuma 26rb perak! Benar-benar tidak masuk akal!


Gw baru bisa ngabisin setelah 4 ronde : selama perjalanan, sebagai cemilan makan malam, plus dimakan 2 kali lagi setelah gw bawa pulang ke Bandung. Porsinya emang cukup buat dimakan sama 4 orang sekaligus, 26 ribu ÷ 4 orang = 6.500 per orang, mangtabsszzz!!!!

Kami melanjutkan perjalanan dengan gembira. Terlebih saya, karena jumlah porsi makanan dipesan lebih banyak daripada jumlah penumpang, makanya saya korup satu porsi lagi buat dibawa ke Bandung.

Someday, kalau kamu melewati restoran fast food, dengan lambang anak ayam berkemeja lengkap dengan kopiah Turki tersenyum gembira dengan ekspresi ”silahkan nikmati saya! mari...! mari...!”, saya rekomendasikan untuk mampir sebentar.


Cukup dengan selembar duit hijau 20 ribu dan selembar duit ungu 10 rb, anda bisa membungkam jerit kelaparan seluruh anggota keluarga anda. Tentunya dengan syarat anda peserta keluarga berencana, 2 anak cukup.

Bukan sesuatu yang khas sih... Tapi sesuatu yang worthed Prove it by yourself mamene....


Wednesday, January 6, 2010

seorang teman bernama Uun -part 5-


Uun dalam Gambar,,,




Togamas, Agustus 2007, tetap ceria dalam sabtu kelabu



Ikan Mas Buah Batu, April 2006, japrem ultah gw

foto diambil oleh dia- yang-namanya-tidak-boleh-disebut





Lembang, April 2007, April Ceria

ultah Ronny-Gw-Uun




Gracia, April 2007, adegan tidak senonoh




Food Court Unpad, April 2007, perpisahan Jambi




Yogya Riau Junction, April 2007, Selamat & Sukses



download pdf