Thursday, January 14, 2010

Journey Akhir Tahun 2009 - dalam tata waktu acak - part-2

Setelah menyelesaikan pelbagai aktivitas di sini, akhirnya tiba waktunya kembali ke ibu kota Jakarta tercinta. Kita berangkat naik bis jam 10-an pagi menuju kota sebelah untuk transit sehari sebelum kita take off keesokan harinya naik Garuda flight jam 9 malem direct ke Jakarta.

Di perbatasan kota kita berhenti dulu untuk pengurusan dokumen administrasi. Gw pikir gak akan lama, karena harusnya tinggal ambil aja trus langsung gas! berangkat! Tapi menit demi menit berlalu, jam demi jam berlalu, kok gak ada kejelasan mengenai nasib kita ya?

Selain itu berhubung bis ditinggal para guide yang ngurus dokumen, para penumpang bis mulai menunjukkan gejala-gejala kehilangan kendali, bagaikan para narapidana ditinggal sipir.

Beberapa penumpang yang jenuh, keluar dari bis, kemudian ’keleleran’ di jalanan. Sebagian lagi bergosip dengan panas mana yang pantas digunakan untuk acara dansa? a scent by Issey Miyake atau parfum aroma rempah tjap ’Malaikat Subuh’ ?

Tiba-tiba ada seorang penumpang hiperaktif menyambar microphone tour guide kemudian berkaraoke gila-gilaan. Tindakan tersebut jelas mendorong penumpang lain untuk ber-koor ria ikut menyanyikan lagu yang dibawakan sang tersangka. Untung lagu yang diputar dari sound system bis itu arabian house music. Coba dia muterin lagu “Sunday Bloody Sunday”-nya U2 atau “The Masses Against the Classes”-nya Manic Street Preachers, bisa-bisa para penumpang terprovokasi untuk menusuk para pejalan kaki setempat.

Tidak puas dengan hanya berkaraoke, penumpang tersebut tiba-tiba duduk di bangku kemudi bis, sementara sang supir yang notabene imigran asal Mesir penyuka arabian house music tadi hanya memandang santai di luar bis sambil menghisap rokok nikmat.

Memang sih kokpit bis yang canggih cukup mengundang untuk iseng pencet sana pencet sini. Dikaroseri langsung dari Mesir, bis ini dilengkapi dengan aneka panel canggih dan monitor mini sebagai pengganti lampu spion. Gw pikir cuma bercanda aja, tapi ketika bis bergerak tersendat sejauh beberapa belas meter, gw langsung tunggang langgang meninggalkan bis.

Gw jalan ke kantor pengurusan dokumen yang berjarak beberapa ratus meter dari tempat parkir bis gw. Kantornya lucu, mirip ruko sempit beberapa lantai yang dihubungkan oleh sebuah lift tua yang nampak seperti peninggalan pangeran Antasari. Tapi bukan itu yang menarik, apalagi setelah mendengar kabar kalau dokumen kita masih dalam perjalanan untuk dibawa ke kantor ini. Yang menarik justru banyaknya kendaraan mewah yang terparkir seadanya, teronggok berdebu seperti tidak akan digunakan lagi oleh pemiliknya. Ada mercy tiger, chev, dll yang menunjukkan tingginya tingkat konsumsi masyarakat di sini. Rusak dikit, buang! Rusak, buang! Amit-amit! Kalau dibawa ke Jakarta, mungkin bisa laku 60 jutaan per mobil. Gw cuma males bayar biaya overweight bagasi gw ke Garuda aja yang dibatasi 20 kg.

Setelah puas menaksir harga beberapa mobil yang terparkir malang melintang sana-sini di trotoar-trotoar jalan, gw memutuskan solat dzuhur sekalian jama’ dengan ashar di mesjid setempat. Mesjidnya lucu, bangunan tinggi tua yang ditutup rapat oleh gerbang tinggi. Agak-agak mirip gereja tua. Kalau gak ada suara adzan dan pergerakan massa yang berbondong-bondong untuk solat, mungkin gw gak akan tau kalau itu mesjid.

Uniknya lagi, jeda antara adzan dan qamat-nya lumayan panjang. Ada kali ½ jam gw nungguin qamat. Dan di jeda waktu tersebut, satu demi satu penduduk masuk melalui pintu tinggi tadi. Di shaf pertama dan kedua, ada semacam sandaran buat para jemaah untuk bersandar sambil membaca Al-Qur’an. Sungguh pemandangan menarik, gw suka melihat-lihat hal baru, apalagi dengan sudut pandang budaya yang berbeda.

Selesai solat, gw kembali ke bis. Kondisi bis bertambah semerawut akibat aktivitas masing-masing penumpang yang makin gak jelas juntrungannya. Beberapa penumpang membeli makanan ringan di minimarket terdekat. Produknya aneh-aneh, kayaknya produsen makanan di sini terobsesi dengan rasa salty. Sebagian besar produk snack di sini didominasi dengan rasa salt, rasa vetsin, rasa jeruk asem dll. Itu kali hal yang menunjukkan indikasi tingginya tingkat pertumbuhan masyarakat sini.

Kira-kira jam 2 siang, muncul sebuah kabar baik dari guide bahwa dokumen kami yang tadi dalam perjalanan, sudah sampai dan selesai diurus, sehingga kami bisa melanjutkan perjalanan. Para penumpang menyambut gembira. Tapi guide tersebut menawarkan kepada kami untuk menunggu makanan yang sudah dipesan gratis untuk para penumpang melalui delivery service, selama sekitar 10 menitan, agar tidak mubazir.

Beberapa penumpang menunjukkan reaksi kurang antusias, karena sudah kebelet mau berangkat dan lagi perutnya sudah terganjal aneka cemilan tadi. Guide sendiri sih tidak masalah kalau kita langsung berangkat, karena kalaupun makanan delivery order tadi mubazir, itu sudah menjadi bagian dari service. Bis sudah starter, sambil jalan gw tanya ke guide, emang pesen apaan sih? Guide bilang sambil lalu, ”Al Baik”. Langsung gw teriak: STOP!!!

Mana bisa gw menyia-nyiakan fast food dengan cita rasa nikmat dengan ukuran porsi jumbo yang bisa memenuhi standar asupan gizi para tukang becak selama satu hari penuh! Seriously, Al Baik ini udah rasanya enak, dengan bumbu kubis yang khas, harganya murah pulak, di luar akan sehat! 10 biji nugget + 2 roti burger + french friesh aja harganya cuma kurang dari 30rb perak. Yang lebih tidak masuk akal lagi, porsi yang akan gw makan hasil pesanan tadi, 4 potong ayam ukuran jumbo + roti burger + french friesh, harganya cuma 26rb perak! Benar-benar tidak masuk akal!


Gw baru bisa ngabisin setelah 4 ronde : selama perjalanan, sebagai cemilan makan malam, plus dimakan 2 kali lagi setelah gw bawa pulang ke Bandung. Porsinya emang cukup buat dimakan sama 4 orang sekaligus, 26 ribu ÷ 4 orang = 6.500 per orang, mangtabsszzz!!!!

Kami melanjutkan perjalanan dengan gembira. Terlebih saya, karena jumlah porsi makanan dipesan lebih banyak daripada jumlah penumpang, makanya saya korup satu porsi lagi buat dibawa ke Bandung.

Someday, kalau kamu melewati restoran fast food, dengan lambang anak ayam berkemeja lengkap dengan kopiah Turki tersenyum gembira dengan ekspresi ”silahkan nikmati saya! mari...! mari...!”, saya rekomendasikan untuk mampir sebentar.


Cukup dengan selembar duit hijau 20 ribu dan selembar duit ungu 10 rb, anda bisa membungkam jerit kelaparan seluruh anggota keluarga anda. Tentunya dengan syarat anda peserta keluarga berencana, 2 anak cukup.

Bukan sesuatu yang khas sih... Tapi sesuatu yang worthed Prove it by yourself mamene....


No comments: