Wednesday, January 6, 2010

seorang teman bernama Uun -part 2-


Ospek,,,


Pertemanan kami berlanjut intens dalam ospek jurusan. Tidak seperti perkiraan awal saya yang menyangka ospek di sini cemen karena mahasiswanya terkenal pintar-pintar sehingga identik dengan keculunan, ternyata ospek di sini berlangsung penuh kekerasan selama satu tahun penuh! Cukup menguras darah, keringat, dan air mata kami sampai titik terakhir.

Mungkin karena mereka pintar, jadi mereka dengan mudah mencari pembenaran bahwa ospek yang keras adalah suatu hal absolut dalam sebuah kaderisasi. Dengan mulut berbusa-busa, mereka beretorika bahwa kekerasan adalah jalan tercepat dalam pembentukan kader yang berjiwa militan. Dalam hati gw pikir, orang-orang ini kayaknya mampu ngejual semir sebagai odol.

Dan yang lebih mengherankan lagi, ternyata ada 2 ekor makhluk bernama Uun & Reagen yang sangat bergairah mengikuti ospek ini. Bayangkan suatu adegan ketika peserta ospek dijejerkan dalam suatu barisan untuk ditampari senior satu persatu. Hal ini jelas disambut kurang antusias oleh para peserta. Dan rasanya cuma Uun & Reagen aja yang penuh gairah mengikuti keseluruhan rangkaian acara tersebut. Dengan semangat mereka berteriak, “Tampari saya, senior! Tampari saja sepuasnya!”

Belum pernah saya melihat makhluk-makhluk aneh seperti itu, khususnya si Uun. Mungkin ini adalah bukti betapa pentingnya imunisasi bagi balita. Melihat kelakuan Uun, jelas makhluk ini belum pernah ke posyandu ketika masih bayi, mungkin dulu dia sibuk manjat tiang listrik pemukiman setempat.



Sophomore,,,


Setelah melalui masa satu tahun penuh penderitaan sebagai kaum tertindas, akhirnya kami dilantik sebagai anggota HMS (Himpunan Mahasiswa Sipil), dan menjadi mahasiswa dalam arti sebenarnya.

Menjelang tingkat 2, saya baru tau kalau ternyata Uun adalah seseorang yang cukup pintar. Hal itu terbukti dari IP tingkat 1-nya yang ada di kisaran 3,2. Melihat IP saya sendiri yang cuma 2,6 rasanya pengen bunuh diri aja T_T

Karena kelas kuliah dibagi berdasarkan NIM genap dan ganjil, berhubung kami sesama NIM genap, kami jadi lebih sering berinteraksi. Kami mulai saling mengenal di dalam dan di luar perkuliahan. Tanpa disangka, makhluk ini ternyata setipe dengan saya : FASHION VICTIM!

Kami sama-sama menggilai segala sesuatu yang berbau indie, khususnya musik underground dan distro fashion. Tak terhitung berapa distro yang sudah kami jelajahi bersama dan berapa banyak uang yang sudah kami habiskan bersama.

Dalam hal menghabiskan uang di distro, berbeda dengan saya yang lebih sadar mode, Uun, very… very… predictable! Pilihan pakaiannya gak jauh-jauh dari kaos hitam ketat, cappuchone basi, celana army yang udah so last year, sama aneka topi norak yang dia anggap sangat keren.

Lebih parah lagi, dia bukan tipe pemilih yang baik. Pernah suatu waktu ketika Uun minta dianter cari topi di AirBus One di deket Aloysius, tiba-tiba dia tertarik dengan 3 buah baju bertuliskan “I Love Arafah”, “I Love Mina” dan baju lain berwarna coklat, bukannya dipilih, malah diambil dan dibayar semuanya! Tajir!

Tapi lepas dari itu, Uun ternyata orang yang cukup religius. Sebagai pecinta lingkungan, adalah hal biasa bagi mahasiswa sipil untuk solat diwaktu yang mepet, minimal hemat air untuk wudhu. Alangkah mengejutkan bagi kami ketika seorang Uun bertampang cadas dengan pakaian compang-camping mengajak kami untuk solat ketika kami sedang sibuk membanting kartu di himpunan. Ehm… tolong jangan diartikan buruk, kami membanting kartu untuk belajar bermasyarakat, agar di poskamling nanti kami gak malu-maluin.

Dan ketika kita sibuk berdebat apakah kita akan nongkrong di Dago Pakar atau mall setempat, hanya Uun yang mengusulkan agar kita untuk ke Daarut Tauhid, mendengarkan beberapa petuah kehidupan dunia akhirat dari Aa Gym. Sungguh pria yang aneh…



Genk Destrol,,,


Satu hari, ketika kami sedang menunggu praktikum Menggambar Rekayasa, kami berdebat siapakah yang lebih cantik, Alissya Soebandoeno sebagai Nadya atau Nia Ramadhani sebagai Niken dalam sinetron percintaan SMP yang sedang in di kalangan remaja: Inikah Rasanya. Dan betapa beruntungnya Jason, seorang tokoh berkumis yang digilai oleh kedua gadis itu.

Dan sebagaimana sinetron bisa berdampak buruk bagi psikologis anak, kami berebutan untuk menjadi tokoh dalam sinetron tersebut. Agung ngotot pengen jadi Jason, saya kebagian jadi Aldi, Jambi jadi Cumi, Uun jadi Andrew, Copy jadi jadi Jono, dan Ronny…. mmm… Ronny… seperti biasa selalu menjadi pelengkap penderita.

Akhirnya kami proklamirkan diri kami menjadi genk Destrol, seperti nama genk yang diketuai Niken yang diperankan Nia Ramadhani.

Foto 2 Genk Destrol dalam formasi lengkap

(ki-ka) Ronny, Aldi, Jason, Cumi, Andrew, Jono

Walaupun dibentuk atas dasar pengaruh buruk siaran televisi, terbukti genk kami menjadi ikon dan pionir dalam terjadinya separasi himpunan. Alkisah dalam suatu tindakan nekat, saya memasang poster di lorong jurusan bertuliskan :

“Genk Destrol Menguasai Kampus”

Uun-Sahrial-Jambi-Copy-Agung

Setelah itu kami duduk santai di bangku depan perpustakaan. Tiba-tiba seorang anak 2003 bernama Binjai menghampiri kami dan bertanya, “Kang Uun, akang bikin genk ya? Saya ikut dong”

Kami menatap bengong karena poster iseng saya ditanggapi serius. Setelah kesadaran kami kembali, Binjai kami tolak dengan alasan ekskulisivitas member genk kami, kemudian kami usir setelah terlebih dahulu kami beri beberapa tamparan kasih sayang.

Tapi justru hal itulah yang memicu terjadinya separasi himpunan. Tau-tau Binjai dkk membentuk genk Macan Kampus, diikuti kemunculan Beruang Kampus dll. Belum lagi anak 2002 tiba-tiba membentung genk Turbo.

Benar-benar pengaruh televisi sudah menghancurkan generasi muda bangsa Indonesia.



No comments: