Wednesday, January 6, 2010

seorang teman bernama Uun -part 1-


Sebuah pemintaan dari seorang sahabat :


From: Uun J

To: destroy tts

Sent: Tue, December 29, 2009 10:13:57 AM

Subject: [Destroy_TTS] Mohon bantuan urang keur jajak pendapat alias survey he he he


“Saya butuh opini dari kalian tentang saya : kelebihan, kekurangan, keburukan, kebaikan, yang kalian tau dan rasakan selama kita bersaudara, terutama menyangkut kekurangan, kejelekan, keburukan saya…”


Seperti nostalgia buat saya, karena November 2007 lalu, saya pernah meminta hal yang serupa kepada Jambi. Bukan hal yang mudah menceritakan sebuah persahabatan yang sudah berjalan 9 tahun ini. Tahun demi tahun berlalu, banyak hal terlupakan, dan kita sudah terpisah dalam pengejaran takdir kita masing-masing.


Tapi mungkin saya bisa menceritakan sekelumit tentang Uun yang masih membekas di memori saya. Berikut kisah kami :



My story,,,


Gw baru masuk kuliah di sebuah perguruan tinggi dengan status akreditasi BAN-PT. Adalah sebuah ironi buat gw terdampar di kampus ini, karena sejak SD bokap gw selalu mendoktrin supaya gw masuk Unpar tiap kali kami melewati Cimbeuleuit. Apa daya dalam tes Unpar gw gagal total.

But live must keep turning. Tertarik dengan sticker di pintu angkutan kota, bahwa ada sebuah perguruan tinggi yang menawarkan gelar sarjana dalam hanya 3,5 tahun perkuliahan, waktu kuliah bebas, uang bangunan bisa dicicil 3 kali, telah meluluskan puluhan ribu sarjana dan lulusannya dijamin langsung kerja, gw mendaftar di jurusan Teknik Sipil, mengikuti jejak orang tua gw yang pegawai negeri sipil.

Tak berapa lama, gw lulus tes masuk dengan gemilang, dan waktu itu, Senin tanggal 20 Agustus 2001, gw memulai masa perkuliahan gw yang penuh warna.

Gw ditempatin di kelas T-11. Semester awal, kelas dibagi berdasarkan fakultas, dan berhubung gw FTSP, gw kuliah bareng anak-anak Sipil, Geodesi, Arsitektur, Lingkungan, Planologi, dan Kelautan.

Foto 1 Kampus Gw Dalam Tahap Pembangunan


Dalam kehidupan perkuliahan sehari-hari, gw deket sama anak-anak Geodesi, karena kebanyakan dari mereka orang Sunda. Dan atas dasar rasa kesetiakawanan, gw ikut mendaftar ekskul seni Sunda, hanya demi niat nganter temen gw bernama Billy buat ngecengin anak Teknik Lingkungan bernama Beatriks yang ikut ekskul seni Sulawesi Selatan. Kejarannya, tiap habis ikut kegiatan ekskul, kita akan mampir ke ruang sebelah supaya ada kesempatan buat Billy untuk “kebetulan” bertemu Beatriks dan menawarkan diri untuk mengantar pulang.

Dan berkat kesetiakawanan yang terasa absurd tersebut, kami 6 orang yang tidak semuanya bisa berbahasa Sunda, terjebak dalam ekskul Sunda, dengan spesialisasi yang kami pilih sendiri : Calung!

Berikut formasi awal calung kami sebelum kami sempat merilis album :

Dalang : Ahmad

Candil : Gw, seorang suku Jawa yang hidup di tanah Sunda

Bas :

- Citra, seorang wanita cantik dari Palembang

- Kiki, tidak seindah namanya yang feminim, Kiki adalah seorang lajang Jateng berkumis kriwil

- Billy, pendosa yang menyebabkan kami terjebak di sini

- Anggia, wanita Sunda tulen



Awal Pertemuan,,,,

Berkat keawaman kami dalam bidang seni, dan diperparah tatapan kosong Citra & Kiki setiap pembimbing menerangkan materi dalam bahasa Sunda, tak butuh waktu berapa lama, pembimbing kami beberapa kali mengalami serangan migran dadakan. Saya menawarkan diri untuk membentur-benturkan kepala pembimbing ke tembok untuk meredakan rasa sakit, tetapi selalu ditolak dengan alasan yang tidak jelas.

Dalam suatu latihan di malam hari yang kacau balau dengan tatanan nada yang menyedihkan, salah seorang senior ekskul memperkenalkan seorang anak baru bernama Uun untuk bergabung di grup calung kami.

Di situ awal pertemuan kami. Anaknya tidak begitu ganteng, tipikal anak SMA 5, bertampang haha hehe. Nggak heran kalau liat mukanya bawaannya pengen gampar. But don’t judge a book by its cover, dari pertemuan tidak mengesankan tersebut, justru kami menjadi teman akrab sampai detik ini.



No comments: