Monday, March 22, 2010

Pencarian Pantai Terindah -part 14-


Afternoon – Gua Jepang & Airmadidi

Puas melakukan vandalisme budaya, kita melanjutkan perjalanan menuju Tangkoko, melewati jalur Tondano – Airmadidi – Bitung. Banyak terdapat Gua Jepang di sepanjang jalan raya Tondano – Airmadidi. Kita gak berani berhenti karena jalur jalannya berkelok-kelok, takut mengakibatkan kecelakaan gara-gara kita parkir di pinggir jalan.

Di kota Airmadidi, ada legenda sembilan bidadari mandi saat bulan purnama dan satu dari mereka kehilangan bajunya hingga tak bisa pulang ke khayangan, seperti legenda Jaka Tarub dengan versi lebih mesum. Kalau di legenda Jaka Tarub bidadarinya kehilangan selendang, di sini sampai kehilangan bajunya, ckckck….

Mungkin untuk melindungi bidadari-bidadari dari Jaka Tarub-Jaka Tarub Manado selanjutnya, pemerintah daerah setempat menjadikan mata air tempat bidadari mandi ini sebagai sumber air minuman kemasan aqua. Coba cek di kemasan aqua, kalau kamu beruntung, bisa jadi minuman yang kamu minum berasal dari Mata Air Tambuk Terang Air Madidi, Gunung Klabat, tempat para bidadari mandi membersihkan daki-dakinya.


Afternoon – Taman Wisata Tangkoko – Batu Putih

Kalau orang lain ke Manado untuk 4B (Bunaken, Boulevard, Bubur Manado, Bibir Manado), gw beda. Gw ke Manado untuk BCT (Bunaken, Cinta, dan Tarsius).

Tahun 2008 gw baca artikel di Kompas mengenai tarsius, primata terkecil di dunia, makhluk romantis yang hidup monogami. Tarsius tidur di siang hari dan mencari makan di malam hari. Menjelang subuh, dia akan bersiul memanggil pasangan dan anak-anaknya di pohon tempat mereka tinggal, dan tidak akan berhenti sampai mereka semua berkumpul kembali.

Setelah itu gw bertekad untuk pergi ke Manado, bahkan interest gw sama tarsius lebih besar daripada ke Bunaken.

Setelah sempat kesasar di Bitung dan Tangkoko, menjelang jam 5 sore kita sampai di Taman Wisata Tangkoko – Batu Putih. Lucky us kita sampai di sini jam 5, karena ini jam tarsius keluar sarang untuk bersiap cari makan, telat sedikit, kita bakal kehilangan mereka dan harus berkemah di hutan menunggu subuh, waktu kepulangan tarsius. Alhamdulillah…

Eniwey, biaya masuknya mahal, IDR 85,000 / person plus tiket IDR 2,000 / person. Berhubung kita turis lokal, petugasnya nurunin standar jadi IDR 50,000 / person dan bebas uang tiket. Nego-dinego-nego, akhirnya kita cuma bayar IDR 150,000 untuk 4 orang, lumayan… hehehe.

Taman Wisata ini terdiri dari 3 pos dimana 2 pos pertama bisa dicapai dengan mobil. Ini foto kita sewaktu di pos pertama bersama James dan pemandu kita. Setelah pos ketiga, kita melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh ± 600 m menembus hutan yang ditumbuhi pepohonan serta tanaman sirih hutan, kayu bunga dan binunga. Kerja rutin 5 day a week, bikin gw kurang olah raga. Baru jalan segitu napas gw udah menggap-menggap. Roh gw udah kayak keluar separo.

Tapi penderitaan ini terbayar ketika kita sampai di pohon tempat tinggal salah satu dari empat keluarga tarsius yang tinggal di Taman Batu Putih ini. Keluarga ini terdiri dari sepasang orang tua dan tiga ekor anak. Bapaknya malu-malu sembunyi di kegelapan ceruk pohon tempat dia bersarang.

Untung anak-anaknya pada gak tau malu. Dengan iming-iming seekor belalang besar, mereka mau mendekat untuk kita foto.

Sempet terlintas sih di benak gw buat gw ambil seekor, trus gw tusuk buat gw jadiin gantungan kunci, tapi pikiran ini langsung gw buang jauh-jauh.

Setelah kegelapan malam mulai menyelimuti Batu Putih, mereka berloncatan keluar sarang untuk mencari makan. Kita pulang kembali menembus rimbunnya pepohonan, melintasi daun-daun gugur yang memenuhi tanah, yang menguarkan wangi khas daun basah, diiringi suara siulan tarsius. Gw meninggalkan Batu Putih dengan perasaan bahagia.



No comments: